RIVAL
Karya:
Debora
“Klarifikasi,
gak!”
“Apaan
sih?!”
Suasana pagi yang
lengang di salah satu koridor kampus SMA Maranatha dibuyarkan oleh bentakan
Nara yang cukup menggema di koridor kelas yang masih sepi.
“Apa
sih, alay! Pagi-pagi udah berisik” Jawab cowok yang masih tetap stay cool duduk di bangkunya.
“Eh
elo itu yang alay. Tanggung jawab lo! Jangan mentang-mentang lo anak kepsek
bisa seenaknya sama orang!” Bentak Nara.
“Apaan
sih lo! Gak usah bawa nama bokap gue! Gue enggak ngerti, mau lo apa sih?”
Bentak Dimas, cowok yang sedari tadi menjadi bulan-bulanan kemarahan Nara.
“Kejadian
kemaren. Gue mau lo minta maaf!” Jawab Nara berkacak pinggang.
“Ogah!
Gue bener kok! Terserah, gue gak peduli.” Jawab Dimas santai kemudian dengan
santai melenggang pergi meninggalkan Nara yang masih shock akan ke-apatisan
Dimas.
“Sial!”
Desis Nara diiringi gebrakan meja sebagai pelampiasan kemarahannya pada Dimas
selaku ‘calon mantan pacarnya’.
♥♥♥♥
Pagi
ini adalah pagi yang paling menyebalkan bagi Kinara Anggraeni atau yang akrab
disebut Nara. Pasalnya hari yang sudah dijadualkannya sebagai hari klarifikasi
dan pembersihan nama baik sudah gatot alias gagal total akibat keapatisan dan
sifat keras kepala Dimas Setyo Nugroho si mantan pacar. Ralat, sebenarnya bukan
mantan pacar tapi calon mantan pacar. Mengapa? Karena mereka berdua belum resmi
putus! Lagi pula, sampai saat ini tidak ada satupun orang yang tahu kecuali
Riri sahabat Nara dan Reza sahabat Dimas, bahwa mereka pacaran selama 6 bulan
terakhir.
Mereka
adalah pasangan aneh yang sering bertengkar hebat karena sebuah masalah sepele.
Tapi
kali ini bukan masalah sepele yang bisa segampang itu diselesaikan. Ini adalah
masalah parah bin akut bagi Nara, tapi selalu dianggap enteng oleh Dimas si
calon mantan pacar. Tapi seribut apapun mereka tak ada yang tahu bahwa mereka
menjalin hubungan asmara karena semua orang tahu bahwa mereka adalah rival
abadi. Bahkan sejak pertama kali duduk di bangku SMA hingga kelas XI ini mereka
menjadi musuh. Hanya karena satu momen mereka menjadi memiliki rasa dan
menjalin asmara.
Susah
payah Nara merahasiakan hubungannya dengan Dimas. Bahkan dengan susah payah dia
membujuk Riri dan Reza untuk tidak menceritakan rahasia ini pada siapapun,
kapanpun dan dalam kondisi apapun. Bahkan Nara telah sukses mengambil sumpah
dari kedua sahabatnya ini untuk tidak membocorkan rahasia ini. Hanya Dimas yang
tidak mau melakukan sumpah yang menurutnya aneh untuk tidak membocorkan
informasi bahwa Nara sekarang adalah miliknya. Bukanlah wajar bahwa mereka
memproklamirkan hubungan mereka? Tapi Dimas adalah tipikal orang yang cuek,
baginya dengan memiliki Nara sudah cukup.
Sangat
kontras dengan Nara yang sangat menjaga rahasia ini, dia tidak mau dicap sebagai
orang yang tidak konsisten yang memacari Rival bebuyutannya ini. Gengsi? Bisa
dibilang begitu, karena pada faktanya dia selalu berusaha mencari gara-gara
dengan Dimas saat banyak orang ada di sekitar mereka. Alibi? Bisa dibilang
begitu. Dia tidak ingin menghilangkan predikatnya sebagai ‘cewek yang menjadi
rival bintang sekolah sekaligus anak kepala sekolah’. Keren bukan ? Dan egonya
tak mengiklaskannya untuk melepas predikat itu.
♥♥♥♥
“Hay
Nara, duduk sini dong! Makan bareng kita” Ajak Nino, salah satu anggota geng
berandalan di sekolah.
“Iya
Nara sombong deh,” Celetuk Aldin
‘sombong’ adalah kata
yang cukup riskan bagi Nara, karena pada dasarnya Nara paling tidak suka dicap
sebagai orang sombong.
“Oh
iya,” kata Nara singkat diiringi cengiran kuda andalannya.
Nara yang tak enak hati
segera berjalan mendekati Nino dan kawan-kawannya. Geng yang terkenal cukup
berandal dan suka menggoda gadis-gadis di sekolah.
Saat berjalan sambil
membawa sepiring nasi goreng kesukaannya menuju salah satu meja, ada yang
menahan Nara sampai piring berisikan nasi goreng yang di bawa Narapun pecah.
“Dimas?”
Tanya Nara heran
“Makan
sama aku aja!” Jawab Dimas, pacar Nara datar.
“Tapi
aku kan mau makan sama mereka,” Kata Nara sambil menunjuk meja Nino dkk
“Ikut
aku!” Kata Dimas tanpa memperlemah genggamannya pada pergelangan tangan Nara.
“Kamu
apaan sih?” Kata Nara sembari berusaha melepaskan cengkraman tangan Dimas.
“Eh
Dim, Nara kan mau duduk sama kita, kenapa lo ngelarang sih? Iya sih pacarnya
tapi gak segitunya dong. Nara juga punya temen, punya kehidupan. Gak selamanya
ngurusin elo yang manja. Sok jadi prioritasnya Nara!” Sela Nino yang nimbrung
perdebatan antara Dimas dan Nara.
Apa? Pacar? Prioritas?
Rahasia
yang selama ini disimpan rapat-rapat oleh Nara telah terbongkar. Nino tahu kalo
selama ini Nara dan Dimas pacaran. Ini di kantin sekolah, dan kini semua orang
tahu kalau mereka pacaran.
Semua
orang yang ada di kantin mendadak memandang Nara horror. Semua orang tahu, dan
rahasia yang selama ini dijaganya baik-baik telah terbongkar.
“Hah,
Nara sama Dimas pacaran?”
“Jadi
selama ini jadi rivalnya Dimas Cuma buat cari muka doang”
“Gak
nyangka, munafik banget”
“Beneran
atau enggak sih mereka pacaran”
“Pacaran
sama anak kepsek buat cari aman tuh”
Dan masih banyak
komentar dan desisan yang dilontarkan siswa-siswi yang ada di kantin sekolah
siang itu. Komentar pedas saat mendengar fakta bahwa Nara dan Dimas pacaran
cukup memekakkan telinga Nara dan sukses menjebol benteng air mata Nara. Tak
terasa air mata Narapun meleleh.
“Gak
usah ngomong sembarang deh lo” Kata Nara terbata
“Tapi
iyakan kalian pacaran?” Kata Nino
Nara yang tak kuat
mendengar celaan orang terhadapnya berusaha melenggang pergi meninggalkan
kantin, tapi tak mampu saat tangannya di cengkeram kuat oleh Dimas.
“Kalo
iya kenapa? Masalah buat kalian? Aku sama Nara emang pacaran, terus apa urusan
kalian. Gak usah sok penting dengan rempong ngurusin urusanku sama Nara. Urusin
hidup kalian sendiri!” Ucap Dimas lantang.
Nara
yang tak kuat, menghentakkan tangannya dan sukses melepaskan tangannya dari
cengkeraman Dimas. Narapun berlari meninggalkan kantin dengan penuh air mata.
Riri sang sahabat yang
memperhatikan sedari tadi menyusul Nara yang berlari, diikuti Dimas yang
berlari menyusul Nara.
Suasana
kantin siang itu menjadi riuh karena skandal Nara dengan Dimas.
Nino dan gengnya segera
meninggalkan kantin dan tutup mulut saat banyak dari siswa-siswi yang meminta
klarifikasi tentang hubungan Nara dan Dimas.
♥♥♥♥
“Nar,
kamu enggak kenapa-kenapa kan?” Kata Riri pelan.
Nara hanya menanggapi
dengan gelengan kepalanya ditenggelamkannya pada lipatan tangan mengisyaratkan
bahwa dia baik-baik saja.
“Tapi,”
kata Riri terpotong saat Dimas menepuk bahunya seolah mengisyaratkan bahwa ia
bisa menyelesaikannya.
“Oke
Nar, aku percaya kamu cewek kuat kok. Dim, titip Nara ya,” Kata Riri seraya
meninggalkan sepasang kekasih itu. Membiarkan mereka menyelesaikan permasalahan
mereka secara dewasa.
“Nara”
Panggil Dimas lembut
Nara tetap setia
menangis dibalik lipatan tangannya.
Tanpa aba-aba, Dimaspun
membawa Nara ke dalam pelukannya, membiarkan orang yang dicintainya selama ini
menangis dan menumpahkan segala perasaannya dalam dekapnya. Memeluk serta
menyalurkan kekuatan dan keyakinan bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja.
Nara masih tetap setia
menagis, dan Dimaspun masih tetap setia memeluk Nara dan mengusap punggung
Nara, menyalurkan kekuatan dan cinta.
“Everything
gonna be alright, baby” kata Dimas seraya mengecup kepala Nara
Di bawah pohon rindang,
di kebun belakang sekolah tempat penuh kenangan dan rahasia antara Nara dan
Dimas mereka menghabiskan sisa jam pelajaran terakhir siang ini.
“Semuanya
udah berakhir” Kata Nara yang telah melepaskan pelukannya dari Dimas, dengan
mata yang sembab sembari mengusap sisa air matanya.
“Maksudnya?”
Tanya Dimas sembari membantu Nara mengusap air mata Nara.
“Semuanya
udah kebongkar. Rahasia yang kita simpan baik-baik semuanya kebongkar”
“Kita?
Cuman kamu Nar. Sejak awal aku gak pengen ini jadi rahasia.” Kata Dimas
“Jadi
cuma aku ? Cuma aku yang berusaha ? Pantes semua kebongkar!” Kata Nara emosi
“Sejak
awal aku memang gak mau hubungan kita jadi rahasia. Aku mau semua orang tau
bahwa aku cinta kamu dan kamu punya perasaan yang sama kaya aku. Kamu sekarang
punya aku.” Kata Dimas
“Dalam
situasi seperti ini? Kamu egois Dim!” Kata Nara kemudian memunggungi Dimas
“Nar
lihat aku! Cinta itu egois! Karena aku cinta kamu, aku egois buat jadiin kamu
satu-satunya. Aku egois, karena aku gak mau berbagi sama orang lain. Aku egois
karena aku pengen memiliki kamu seutuhnya. Aku egois untuk enggak berbagi
‘kamu’ sama Nino dan teman-temannya” Kata Dimas
“Oh
jadi itu alasannya tadi kamu ngelarang aku duduk sama Nino? Cukup tahu ya Dim,
gara-gara kamu semuanya kebongkar!” Jawab Nara ketus
“Loh,
kenapa gara-gara aku?”
“Seandainya
tadi kamu enggak ngelarang aku duduk sama Nino, kita gak akan berantem di
kantin dan rahasia kita gak akan kebongkar. Ini semua gara-gara kamu Dim!” Kata
Nara berlinang air mata.
“Kenapa
jadi aku yang salah? Bukannya bagus ya kalau semua orang tahu hubungan kita?
Kamu gak usah repot-repot menyembunyikan rahasia ini? Tapi kenapa kamu marah
sama aku ? Kamu gak mau ya hubungan kita kebongkar? Kamu gak suka ya pacaran
sama aku? Lalu selama ini apa artinya?” Tanya Dimas beruntun
Nara hanya diam. Karena
memang semua ini salahnya. Membiarkan Dimas sebagai pacar simpanan yang tak
pernah diakuinya dimuka umum. Nara menyesal membiarkan Dimas merasakan pedih
sebagai pacar yang disembunyikannya selama ini. Nara memang egois.
Dan Nara sadar itu.
“Jawab
Nar” pinta Dimas
“Kita
putus aja Dim” Kata Nara sambil menunduk sembari menyembunyikan kepedihannya
yang membuncah.
“What?”
Tanya Dimas shock
“Iya
Dim, mending kita putus aja. Aku yang
egois, dan aku tahu itu. Kita akhirin aja dari pada kita sama-sama sakit.”
Jawab Nara lemah disela-sela tangisannya
“Tapi
enggak gini caranya Nar. Aku enggak mau putus!” Kata Dimas
“Tapi
buat apa semuanya dilanjutin, aku udah nyakitin kamu dan aku udah enggak punya
muka lagi buat jadi pacar kamu. Kamu denger kan tadi komentarnya anak-anak kaya
gimana? Aku udah gak punya muka lagi buat ada di sisimu Dim” Kata Nara
sesenggukan
“Selalu
ada solusi Nara. Ayo hadapi bareng-bareng.” Kata Dimas memberi motivasi
Nara terdiam.
“Iya
Dim, ada solusi. Kamu klarifikasi kalau kabar itu bohong, atau kita putus.”
Kata Nara putus asa.
“Kamu
keras kepala banget Nar. Jawabanku, aku gak akan klarifikasi dan aku gak mau
putus. Titik!” Kata Dimas lalu melenggang pergi meninggalkan pacarnya yang
keras kepala. Berharap pacarnya akan sadar dan paham.
♥♥♥♥
Setelah
kejadian siang itu di kantin, Nara menjadi sasaran pertanyaan siswa-siswi SMA
Maranatha. Pertanyaannya pun hanya seputar itu, apakan kabar bahwa Nara dan
Dimas pacaran benar adanya atau tidak. Narapun hanya bisa menghindar dan
menghindar. Dia tidak mau menyakiti Dimas dengan tidak mengakui Dimas lagi.
Nara selalu beralibi dengan meminta untuk bertanya pada Dimas saja, tapi
kelamaan Narapun lelah meladeni pertanyaan dari penggemarnya dan Dimas yang
selalu terobsesi mengetahui segalanya.
Narapun
berusaha untuk meminta pertanggungjawaban Nino selaku ‘ember’ pertama yang
menyebarkan kabar itu. Tapi hasilnya nihil. Nino selalu sukses kabur dan mengelak
dari kejaran Nara.
Tak
ada cara lain selain meminta Dimas yang notabene juga mengakui hubungannya
dengan Nara untuk mengklarifikasi semuanya. Nara sudah cukup kenyang dan muak
menjadi bulan-bulanan para gadis penggemar berat Dimas Setyo Nugroho si Bintang
Sekolah dan menjadi sasaran celaan orang-orang.
Sampai
tekad Nara telah bulat untuk meminta pertanggungjawaban Dimas.
“Klarifikasi,
gak!”
“Apaan
sih?!”
Suara Nara yang lantang
menggema di kelas XI IPA 1 yang masih sangat sepi. Hanya ada Nara dan Dimas.
“Apa
sih, alay! Pagi-pagi udah berisik” Jawab Dimas stay cool masih di bangkunya
“Eh
elo itu yang alay. Tanggung jawab lo! Jangan mentang-mentang lo anak kepsek
bisa seenaknya sama orang!” Bentak Nara.
“Apaan
sih lo! Gak usah bawa nama bokap gue! Gue enggak ngerti, mau lo apa sih?”
Bentak Dimas, cowok yang sedari tadi menjadi bulan-bulanan kemarahan Nara.
“Kejadian
kemaren. Gue mau lo klarifikasi!” Jawab Nara berkacak pinggang.
“Ogah!
Gue bener kok! Terserah, gue gak peduli.” Jawab Dimas santai kemudian dengan
santai melenggang pergi meninggalkan Nara yang masih shock akan keapatisan
Dimas.
“Sial!” desis Nara sambil menggebrak meja.
Nara belum putus asa.
Demi mengakhiri penderitaannya dia rela bangun pagi-pagi demi bertemu Dimas di
sekolah saat keadaan masih sepi. Berharap hari ini juga Dimas mau klarifikasi
dan mengakhiri penderitaannya. Dengan tekad yang bulat Narapun mengejar Dimas
yang melenggang pergi.
“Hey
Dim tunggu!” Kata Nara dengan nafas yang tak beraturan
“Apa
lagi?” Jawab Dimas malas
“Masalah
kemarin” Kata Nara
Dimaspun berbalik,
menghampiri Nara, menggenggam tangan Nara dan membawanya pergi. Ke Kebun
belakang sekolah.
“Mau
kamu apa?” tanya Dimas
“Klarifikasi
semua, kalau kabar itu bohong dan semua akan selesai.” Kata Nara keras kepala
“Enggak
mau! Sejak awal kamu pacar aku, dan sampai kapanpun kamu tetap jadi pacar aku”
Jawan Dimas tak kalah keras kepalanya.
“Aku
capek Dim. Kamu ngerti enggak sih? Jadi bahan bully-an anak-anak se-sekolah.
Mungkin memang sejak awal hubungan kita emang salah” Kata Nara menahan tangis
“Aku
tahu kamu masih sayang aku, dan perlu kamu tahu aku sangat sayang sama kamu.
Dan mau digimanain juga rasaku enggak akan berubah. Saat kita berhenti bukankah
semua akan lebih menyakitkan? Gak cuman kamu, aku akan lebih sakit Nar. Aku
yang berjuang mempertahankan hubungan ini, dan saat semua berakhir ini akan
lebih sakit baut aku” Kata Dimas sambil menggenggam tangan Nara.
“Terus
kita harus ngapain?” Tanya Nara tertunduk
“Hadapi
bersama Nar. Kita bisa kalau bersama.” Jawab Dimas meyakinkan
“Tapi
gimana caranya Dim?”
“Belajar
terima keadaan Nar. Apapun masalalu kita, yang terpenting adalah sekarang dan
masa depan kita Nar. Dan inget, bahagia itu kita yang ciptain bukan mereka!
Percaya sama aku, bahwa aku bakal setia dan melindungi kamu Nar. Aku sayang
kamu” Kata Dimas kemudian mengecup kening Nara.
“Sekarang
kita keluar, hadapi bersama. Sebelum bel masuk, dan mungkin sekarang udah
banyak anak-anak yang berangkat sekolah.” Ajak Dimas seraya menggandeng Nara.
Membawa Nara dan melindunginya
sebagai kekasihnya. Mengakuinya kepada dunia bahwa Nara adalah kekasihnya dan
miliknya. Memproklamirkan keegoisannya memiliki Nara seutuhnya tanpa mau
berbagi cinta dengan orang lain.
Meninggalkan
masa lalunya sebagai rival abadi menjadi cinta yang abadi. Membiarkan dunia
tahu bahwa Dimas hanya untuk Nara, dan Nara hanya untuk Dimas tanpa
memperdulikan semua resiko yang ada.
Mereka
hanya insan yang saling mencinta, dan mengupayakan egonya untuk saling memiliki
tanpa ada tembok yang menghalangi.
Menertawakan
fakta bahwa ‘ember’nya Nino hanya akal-akalan Nino dkk yang sedari dulu tanpa
sengaja mengetahui hubungan mereka dan mulai bosan saat kabar bahagia itu tak
segera tersiar.
Yang
ada kini hanya Nara dan Dimas. Rival abadi yang mencinta.
♣♣♣♣
“Bahagia itu kita yang ciptakan,
bukan mereka!”
Dimas♥Nara